Sunday, October 6, 2013

Welfarian Indonesia

 Welfarian Indonesia suatu pergerakan yang memperjuangkan kesejahteraan satwa domestik ataupun liar,karena minimnya pengetahuan tentang apa itu "Animal Welfare" di masyarakat Indonesia,maka dari kita sebagai masyarakat welfarian tergerak untuk menyuarakan dan memperjuangkan kesejahteraan satwa di Indonesia.

Sementara ini Welfarian Indonesia mempunyai cabang di 4 kota, Surabaya,Bali,Solo,Bekasi dan mungkin akan bertambah lagi dengan seiringnya waktu dan kasus-kasus penindasaan satwa di Indonesia.

Perjuangan Welfarian Indonesia dan Welfarian kota lain intinya sama seperti: 
- Menyuarakan dan memperjuangkan penutupan sirkus lumba Indonesia
- Edukasi ke masyarakat tentang Animal Welfare
- Rescue Domestic Animal
- And More
  
Dasar Welfarian Indonesia  
adalah gerakan tentang “Animal Welfare” atau kesejahteraan satwa tangkapan dan rumahan

 ,sebuah gerakan yang murni berdasar atas satu kejadian terhadap satwa tangkapan di satu tempat dimana ada pelanggaran atas poin sbb:

1.     Satwa (Captive Animal) berhak mendapatkan makan dan minum yang cukup sesuai kebutuhan dan peruntukannya.

2.     Satwa (Captive Animal) berhak mendapatkan tempat bernaung yang layak, sesuai dengan sarang mereka di alam bebas.

3.     Satwa (Captive Animal) berhak terbebas dari sakit penyakit dan siksaan.

4.     Satwa (Captive Animal) berhak berperilaku normal sesuai kodratnya sebagai satwa liar.

5.     Satwa (Captive Animal) harus bebas dari rasa stress.

Dan jika ada satu poin saja terlanggar dan captive animal berada dibawah pengawasan satu organisasi, maka sudah pasti itu adalah tanggungjawab penuh dari pengelola.

Landasa Welfarian Indonesia Bergerak adalah :
Pasal 302 :

(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling  banyak empat ribu lima ratus rupiah karena melakukan penganiayaan ringan terhadap hewan: 

1. barang siapa tanpa tujuan yang patut atau secara melampaui batas, dengan sengaja menyakiti atau melukai hewan atau merugikan kesehatannya; 

2. barang siapa tanpa tujuan yang patut atau dengan melampaui batas  yang diperlukan untuk mencapai tujuan itu, dengan sengaja tidak  memberi makanan yang diperlukan untuk hidup kepada hewan, yang  seluruhnya atau sebagian menj adi kepunyaannya dan ada di bawah  pengawasannya, atau kepada hewan yang wajib dipeliharanya. 

(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan sakit lebih dari seminggu, atau cacat atau  menderita luka-luka berat lainnya, atau mati, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan, atau pidana denda paling banyak tiga ratus rupiah, karena penganiayaan hewan. 

(3) Jika hewan itu milik yang bersalah, maka hewan itu dapat dirampas. 

(4) Percobaan melakukan kejahatan tersebut tidak dipidana. 

Penjabaran Pasal 302

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, menjelaskan bahwa yang dimaksud dalam ayat (1) ialah kejahatan penganiayaan enteng pada binatang. Untuk itu harus dibuktikan bahwa:

Sub 1:

  1. orang itu sengaja menyakiti, melukai, atau merusakkan kesehatan binatang
  2. perbuatan itu dilakukan tidak dengan maksud yang patut atau melewati batas yang diizinkan

Sub 2:

  1. sengaja tidak memberi makan atau minum kepada binatang
  2. binatang itu sama sekali atau sebagian menjadi kepunyaan orang itu atau di dalam penjagaannya atau harus dipeliharanya
  3. perbuatan itu dilakukan tidak dengan maksud yang patut atau melewati batas yang diizinkan



“perbuatan seperti memotong ekor dan kuping anjing supaya keliahatan bagus, mengebiri binatang dengan maksud baik yang tertentu, mengajar binatang dengan memakai daya upaya sedikit menyakiti pada binatang untuk circus, mempergunakan macam-macam binatang untuk percobaan dalam ilmu kedokteran (vivisectie) dsb. itu pada umumnya diizinkan (tidak dikenakan pasal ini), asal saja dilakukan dengan maksud yang patut atau tidak melewati batas yang diizinkan. Tentang hal ini bagi tiap-tiap perkara harus ditinjau sendiri-sendiri dan keputusan terletak kepada hakim. Namun jika perbuatan tersebut mengakibatkan hal-hal yang tersebut dalam ayat (2), maka kejahatan itu disebut “penganiayaan binatang” dan diancam hukuman lebih berat.” Ditinjau kembali .

Jika memang hewan tersebut bukan hewan yang dilindungi negara, maka pada dasarnya undang-undang di Indonesia mewajibkan setiap orang untuk melakukan pemeliharaan, pengamanan, perawatan, dan pengayoman hewan dengan sebaik-baiknya sehingga hewan bebas dari rasa lapar dan haus, rasa sakit, penganiayaan dan penyalahgunaan, serta rasa takut dan tertekan, demikian bunyi Pasal 66 ayat (2) huruf c Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (“UU 18/2009”).



Aturan Di Luar KUHP Pasal 302

Ada aturan di luar KUHP yang juga mengatur mengenai satwa, mengenai hal ini kita dapat melihat ketentuan dalam Pasal 66 ayat (1) UU 18/2009, yang berbunyi:

“Untuk kepentingan kesejahteraan hewan dilakukan tindakan yang berkaitan dengan penangkapan dan penanganan; penempatan dan pengandangan; pemeliharaan dan perawatan; pengangkutan; pemotongan dan pembunuhan; serta perlakuan dan pengayoman yang wajar terhadap hewan.”



Kepentingan kesejahteraan hewan yang dimaksud dalam pasal tersebut salah satunya meliputi (lihat Pasal 66 ayat [2] huruf c UU 18/2009):

“Pemeliharaan, pengamanan, perawatan, dan pengayoman hewan dilakukan dengan sebaik-baiknya sehingga hewan bebas dari rasa lapar dan haus, rasa sakit, penganiayaan dan penyalahgunaan, serta rasa takut dan tertekan;”



Dalam Penjelasan Pasal 66 ayat [2] huruf c UU 18/2009 disebutkan:



Yang dimaksud dengan “penganiayaan” adalah tindakan untuk memperoleh kepuasan dan/atau keuntungan dari hewan dengan memperlakukan hewan di luar batas kemampuan biologis dan fisiologis hewan, misalnya pengglonggongan sapi.



Yang dimaksud dengan “penyalahgunaan” adalah tindakan untuk memperoleh kepuasan dan/atau keuntungan dari hewan dengan memperlakukan hewan secara tidak wajar dan/atau tidak sesuai dengan peruntukan atau kegunaan hewan tersebut, misalnya pencabutan kuku kucing.

Peraturan lainnya mengenai perlakuan hewan secara wajar juga diatur lebih khusus dalam Pasal 92 Peraturan Pemerintah Nomor 95 Tahun 2012 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kesejahteraan Hewan (“UU 95/2012”) yang berbunyi:



“Setiap orang dilarang untuk:

a.    menggunakan dan memanfaatkan Hewan di luar kemampuan kodratnya yang dapat berpengaruh terhadap kesehatan, keselamatan, atau menyebabkan kematian Hewan;

b.    memberikan bahan pemacu atau perangsang fungsi kerja organ Hewan di luar batas fisiologis normal yang dapat membahayakan kesehatan, keselamatan, atau menyebabkan kematian Hewan;

c.    menerapkan bioteknologi modern untuk menghasilkan Hewan atau produk Hewan transgenik yang membahayakan kelestarian sumber daya Hewan, keselamatan dan ketenteraman bathin masyarakat, dan kelestarian fungsi lingkungan hidup;

d.    memanfaatkan kekuatan fisik Hewan di luar batas kemampuannya; dan

e.    memanfaatkan bagian tubuh atau organ Hewan untuk tujuan selain medis.”



Dari beberapa peraturan yang kami sebutkan di atas yang pada umumnya mengatur mengenai hewan yang tidak dilindungi oleh negara, ada pula peraturan yang secara khusus mengatur mengenai hewan/satwa yang dilindungi.

Peraturan tersebut adalah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (“UU 5/1990”). Pasal 1 angka 5 UU 5/1990 memberikan definisi mengenai satwa, yakni semua jenis sumber daya alam hewani yang hidup di darat dan/atau di air, dan/atau di udara.



  Kemudian, Pasal 20 ayat (1) UU 5/1990 menggolongkan jenis satwa, yang selengkapnya pasal tersebut berbunyi:

“Tumbuhan dan satwa digolongkan dalam jenis:

a.    tumbuhan dan satwa yang dilindungi;

b.    tumbuhan dan satwa yang tidak dilindungi.”



Mengenai larangan perlakuan secara tidak wajar terhadap satwa yang dilindungi terdapat dalam Pasal 21 ayat (2) UU 5/1990 yang berbunyi:

 “Setiap orang dilarang untuk

a.    menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup;

b.    menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati;

c.    mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia;

d.    memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh atau bagian-bagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian satwa tersebut atau mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia;

e.    mengambil, merusak, memusnahkan, memperniagakan, menyimpan atau memiliki telur dan/atau sarang satwa yang dilindungi.”



Sanksi pidana bagi orang yang sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) tersebut adalah dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Demikian sebagaimana diatur dalam Pasal 40 ayat (2) UU 5/1990.



Sedangkan untuk dapat atau tidaknya Anda menuntut orang yang melakukan penganiayaan terhadap hewan, hal ini dapat saja dilakukan akan tetapi dalam bentuk pelaporan. Anda dapat melaporkan suatu tindak pidana penganiayaan terhadap hewan kepada kepolisian. Nantinya, pejabat penyidik pegawai negeri sipil yang akan melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang peternakan dan kesehatan hewan (Pasal 84 ayat [2] huruf a UU 18/2009).



Dasar hukum:








Putusan:






WELFARIAN
Secara historis, masyarakat welfarian adalah komunitas yang terbentuk berdasar pada satu kesadaran yang sama, empati mendalam yang sama terhadap beberapa ketidak adilan pada satwa tangkapan dan domestikasi
Jauh sebelum revolusi industri bergulir, ketika manusia berhasil mendomestikasi satwa untuk membantu pekerjaannya, mulai kuda sebagai sarana transportasi, anjing sebagai penjaga dan sahabat, sapi penyedia susu dll.
Dimana manusia sangat tergantung pada satwa untuk support kualitas hidup dan kemudahan, dan yang semula sebuah ikatan emosional kuat menjadi satu ikatan budak majikan, sampai pada satu bentuk pertalian yang sudah tanpa “ikatan” selain cuma sebuah hubungan manusia dengan alat bantu saja.
Sebuah kejadian, satu waktu dimana banyak sekali kuda penarik kereta mati kelaparan dan kehausan, dimana hal itu dianggap wajar oleh para pemilik kuda yang notabene adalah kaum borjuis, yang menilai kuda hanya gemerincing uang kecil… mati bisa beli lagi.
Dari satu komunitas kecil, disatu negeri di eropa beberapa manusia berteriak menyuarakan kepedihan kuda itu, dan menggugat.. kegiatan anti mainstream pada awal abad 19 yang dicibir dan ditertawakan dunia saat itu.

Komunitas kecil yang tuli oleh cibiran, menolong kuda tunggang kehausan dan kelaparan tanpa peduli cibiran sekitar, fokus pada kesejahteraan kuda dan bukan yang lain, empati terhadap rasa haus sang kuda yang menjadi dorongan untuk membantu memberikan pertolongan.
Sikap dasar dari welas asih, merasa sesama penghuni bumi yang kecil ini.

Gerakan komunitas kecil ini membawa manusia lain pada suasana dimana titik kesadaran welas asih merupakan kunci untuk kelestarian dan kelangsungan dunia ini.
Keberlangsungan dan keseimbangan.

Seiring berjalannya waktu, dan dengan semakin rusaknya dunia akibat kesombongan manusia dan juga kesadaran manusia bahwa satwa adalah benteng terakhir keseimbangan alam setelah banyak hutan ditebas untuk industri… gerakan kecil dari masyarakat yang peduli ini membesar dan makin membentuk satu kekuatan yang memiliki suara di penguasa.
Hingga muncullah konsep kesejahteraan satwa yang dikenal dengan “Animal Welfarian” dengan konsep dasar sebagai berikut :
1. Satwa tangkapan harus bebas rasa lapar dan haus.
2. Satwa tangkapan harus mendapatkan tempat tinggal yang terlindung seperti kondisi aslinya di alam.
3. Satwa tangkapan harus bebas dari sakit penyakit.
4. Satwa tangkapan berhak berprilaku normal sesuai aslinya.
5. Satwa tangkapan harus bebas dari stress dan tekanan.

Berangkat dari poin tersebut, gerakan masyarakat welfarian mendapatkan titik fokus yang sama dan satu visi penyelamatan satwa atas segala penindasan dari mahluk mulia bernama MANUSIA.
Dengan makin maraknya selubung penyiksaan dengan topeng konservasi, maka kita… beberapa manusia yang peduli berkumpul bersatu dan berjuang pada satu wadah bernama “Animal Welfare Surabaya” atau Surabaya Welfarian.  *SALAM ASU*